Arsip Blog

Minggu, 25 April 2010

REL GANDA


Kampungku yang  akan dilintasi REL GANDA

                Hari itu adalah batas waktu terakhir yang di berikan oleh PJKA kepada warga untuk membongkar rumahnya. Status rumah-rumah warga dinyatakan tidak sah oleh pihak PJKA yang memiliki hak atas tanah tersebut , yang selama ini didirikan tempat tinggal oleh warga. Kondisi ini sangat di pahami oleh warga yang membangun tempat tinggal di sepanjang rel kereta api. Mereka memahami bahwa keberadaan tempat tinggal mereka adalah tidak permanen, yang artinya jika sewaktu-waktu pihak PJKA memerlukan lahan tersebut, maka warga yang membangun rumah di sepanjang rel kereta api tersebut harus  meninggalkanya tanpa kompensasi apapun.
            Pemanfaatan lahan milik PJKA oleh warga, sudah berlangsung cukup lama, ini terlihat dengan bermunculanya rumah-rumah baru yang di bangun di sepanjang rel kereta api. Permukiman warga seharusnya dibangun dengan jarak tertentu dari rel kereta api, hal ini  guna menjamin keamanan lalulintas  kereta api,  maupun keselamatan  warga sendiri. Tetapi tampaknya masalah  ini tidak begitu diperhatikan oleh warga, yang  terdesak kebutuhan akan tempat tinggal. Rumah-rumah yang mereka bangun sering kali  sangat dekat letaknya dengan rel kereta api. Munculnya permukiman baru ini semakin menyulitkan pengaturan  tata kelola lahan di sepanjang rel kereta api.
            Sering warga tidak mengajukan  ijin  kepada pihak PJKA ketika mereka hendak membangun tempat tinggal tersebut. Biasanya mereka mencari tempat kemudian membangunnya, baik berupa  bangunan permanen maupun bangunan semi permanen. Kadang bangunan itu tidak hanya  digunakan sebagai  tempat tinggal, tapi sering  juga warga memanfaatkan bangunan itu sebagai tempat usaha , yang memang dibeberapa titik lokasi lahan di sekitar rel kereta api tersebut sangat strategis bagi kegiatan usaha.
            Hal ini menunjukan bahwa ada warga yang memanfaatkan lahan PJKA tersebut untuk tujuan-tujuan komersial. Selain rumah tinggal ada juga  bangunan yang dimanfaatkan sebagai pertokoan, kos-kosan, bengkel, warung makan, dan beberapa kegiatan usaha-usaha lainya yang berskala kecil. Kondisi ini jelas sangat menguntungkan  warga, karena mereka tidak perlu membeli tanah dan tidak perlu membayar  apapun   kepada pemerintah , tetapi mereka mendapatkan hasil dari usaha yang dibangun di atas lahan milik PJKA tersebut.
            Tak dipungkiri bahwa munculnya permukiman di sepanjang rel kereata api juga telah menciptakan permasalahan baru  yang menimbulkan  berbagai dampak, baik secara demografis, lingkungan maupun sosiologis. Faktor pertambahan penduduk yang sangat cepat juga mempengaruhi  penggunaan lahan PJKA oleh warga untuk dibangun tempat tinggal. Hal ini menyebabkan terjadinya pemusatan kepadatan penduduk  di sepanjang rel kereta api  yang melintas di daerah perkotaan. Aspek lingkungan tampak terjadinya konversi lahan, dari yang semula lahan kosong yang berupa kebun, sawah maupun bantaran, di ubah menjadi tempat tinggal. Kondisi ini menyebabkan hilangnya daerah resapan air yang berfungsi untuk menampung air jika terjadi  hujan yang sangat deras. Dan sekarang setelah lahan itu berubah menjadi bangunan, justru sistem sanitasi dan drainase sangat tidak diperhatikan. Air limbah  rumah tangga sering dialirkan ke sembarang tempat. Hal inilah yang sering menyebabkan  terjadinya kekumuhan di sekitar permukiman itu.
            Munculnya permukinam baru tersebut juga  ditandai dengan kedatangan warga baru yang entah dari mana, mereka mendirikan bangunan-bangunan di sepanjang rel kereta api. Mereka mencoba beradaptasi dengan warga asli dan kadang  terjadi konflik kecil di antara mereka. Tapi seiring berjalanya waktu, secara berlahan situasi ini bisa di atasi diantara mereka sendiri, sehingga tidak berlanjut kepada masalah-masalah besar yang tidak diinginkan.
            Rencana pembangunan  rel kereta api  ganda ini sudah jelas, tapi entah kapan akan dilaksanankan. Perintah pembongkaran tempat tinggal oleh PJKA sudah dilaksanakan warga. Dan bagi warga yang membongkar tempat tinggalnya, tentunya menjadi  masalah baru  bagi mereka sendiri, karena  mereka harus meninggalkan tempat itu dan mencari tempat tinggal baru yang tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar, padahal  uang ganti rugi yang mereka terima sangatlah sedikit dan tidak cukup untuk mencari lahan pengganti, atau membeli rumah baru. Tetapi itulah yang harus dialami oleh warga. Gencarnya pembangunan membuat mereka tercerabut dari kampung halamanya dan harus mencari kampung halaman yang baru.

Oleh Aku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar