Arsip Blog

Senin, 24 Mei 2010

PUPUS


P U P U S
Suara bising kereta api  benar-benar memekakkan telinga, dan tanpa mempedulikanya, semua calon penumpang menghambur masuk ke dalam kereta. Ada empat rangkaian gerbong, dan Darma melompat ke gerbong ke dua yang memang paling dekat dengan posisi berdirinya. Ia  susuri gerbong itu dengan cepat, dengan pandangan mata yang tajam, ia coba mencari  kursi yang kosong.  Tepat di dekat toilet kereta,  ia temukan satu kursi kosong.  Ia segera  hampiri kursi itu dengan terlebih dahulu mengucapkan permisi kepada orang yang telah menempati kursi itu terlebih dahulu.  Teman duduknya adalah seorang bapak-bapak yang kelihatan sedang tidur tidur ayam. Tujuanya  adalah kota Semarang,  kota di mana dia mengenal wanita yang selama ini ada di dalam hatinya.
               Orang tuannya memberi nama Tugirah, tapi dia di panggil Tira oleh orang-orang di sekitarnya. Ia bersama orang tuanya, datang dari dusun yang jauh dari kota. Sudah sepuluh tahun ia mengikuti orang tuanya mengadu nasib untuk tinggal di kota Semarang. Di mulai dengan kehidupan yang apa adanya  orang  tua Tira terus berjuang yang akhirnya  mampu mendirikan sebuah warung makan sederhana di tepi jalan yang cukup ramai dan strategis,  di situlah  Tira sekarang membantu orang tuanya bekerja.  Orang memangilnya dengan Tira  sangatlah beralasan, kulitnya kuning bersih, rambutnya hitam legam, mata, hidung, bibir, gigi……sempurna untuk seorang gadis desa. Itulah kelebihanya, mengapa nama aslinya tenggelam oleh nama panggilanya.
            Tiga tahun lalu, ketika masih kuliah, di situlah pertama kali Darma mengenalnya.  Warungnya adalah tujuan utama setiap kali ia hendak makan, repot memang, karena jarak antara kos-kosan dan  kampusnya lumayan  jauh dari warung Tira. Tapi   wajah  manis Tira  telah  menjadi energi  tambahan bagi Darma  untuk selalu makan di warungnya. Dan Darma  yakin, tidak hanya ia  yang berpikir demikian, tapi hampir semua pelanggan warung itu yang sebagian besar laki-laki, juga  berpikiran yang sama dengannya.
Letak warungnya yang startegis, tepat dipinggir jalan, menjadi tujuan para sopir untuk istirahat dan makan di warungnya. Nama Tira lebih familiar  di kalangan sopir, dibandingkan nama ibunya, bahkan nama warungnya sekalipun.
Tiga tahun tidak bertemu adalah waktu yang sangat lama bagi hati yang sedang jatuh cinta. Dan Darma memburu pertemuan itu sambil berharap bahwa Tira akan menyambutnya dengan senyum manisnya.
Statusnya sekarang sebagai guru honorer  di sebuah SMP negeri, membuatnya yakin dan percaya diri. Darma tidak akan menggunakan pertemuan itu hanya sekedar sebagai temu kangen dengan Tira dan keluarganya, tetapi lebih dari itu, ia  akan memberikan kepastian  tentang hubunganya dengan Tira
Darma  berdiri  tepat di depan warung Tira, tampak tidak ada perubahan. Di depan warungnya  berjejer  angkot, bertanda para sopir dan kernetnya sedang istirahat dan makan di warung itu  Seketika matanya terbelalak, kaget bercampur bahagia, ketika  dari dalam warung keluar seorang wanita, yang tak lain adalah Tira.
Tira menyambut kedatangan Darma dengan senyum yang terus mengembang. Ada kebahagiaan yang  kuat diantara mereka. Tiga tahun lalu, di situlah ke duanya sering bertemu dan bercanda, saling menggoda dan menyanjung satu sama yang lain. Matanya saling menatap. Ke dua tangan mereka saling berpegangan.  Kerinduan benar-benar membuncah di antara  ke duanya.
Saat yang ditunggupun datang, Dengan penuh kebahagiaan dan tanpa beban, Darma menceritakan maksud dan tujuan kedatanganya menemui Tira  Rencana untuk meminangnya, rencana untuk membahagiakanya, dan rencana-rencana hidup lainya.
Senyuman yang  terus mengembang dari mulut Tira, tiba-tiba meredup, Tira diam membisu, ia menggeser duduknya dan menjauh dari Darma. Keringatnya mengalir dari dahi dan lehernya.  Ia  tampak bingung dan salah tingkah. Darma heran dengan perubahan ini.
Di luar warungnya, masuk sebuah angkot. Sopirnya ke luar. Badanya tidak terlalu tinggi, perutnya agak buncit, dengan handuk dilehernya. Kepala Tira tertunduk lesu, dari mulutnya ia berkata,  ia calon suamiku.
Oeh Aku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar