Arsip Blog

Jumat, 26 Maret 2010

HANTU KAMBING



Jam baru menunjukan pukul 08.00 malam, masih sore untuk sebuah tempat yang sebenarnya cukup ramai itu, tetapi susananya tampak lengan dan sunyi. Ada enam pedukuhan di desa itu, yang masing-masing dukuh terdiri dari tiga puluh sampai empat puluh rumah. Mereka berkelompok dan sebagaian besar dari warga di dukuh-dukuh itu masih ada hubungan persaudaraan diantara mereka
Bertani dan bercocok tanam menjadi pekerjaan mereka sehari-hari, masing-masing keluarga yang tinggal di pedukuhan tersebut rata-rata memiliki sawah yang cukup luas. Mereka pergi ke sawah ketika masih sangat pagi dan pulang ke rumah ketika waktu duhur tiba. Dan kembali ke sawah lagi setelah beristirahat, mereka baru kembali kerumah ketika sore hari.
Sebagian besar dari masyarakat itu juga memiliki binatang ternak yang sebagian besar adalah kambing. Pilihan ini sangat tepat mengingat ketersediaan pakan kambing begitu melimpah. Rumput dan aneka dedaunan bisa dengan mudah diperoleh oleh warga karena tumbuh dengan baik di desa itu.
Kambing adalah binatang piaraan yang sudah turun-temurun di pelihara oleh warga di pedukuhan tersebut. Sebagian dari mereka menjadikan kambing sebagai petunjuk tingkat status sosial seseorang. Semakin banyak kambing piaraaanya maka semakin tinggi status sosial orang tersebut. Kambing-kambing itu dirawat dengan sangat baik, dari masalah pakan, kandang maupun kesehatannya. Mereka juga menjadikan kambing sebagai barang dagangan yang sangat menguntungkan. Bahkan dari usaha jual beli kambing itu kehidupan warga sangat berkecukupan.
Malam itu adalah malam ke sepuluh, dimana suasana di keenam pedukuhan itu begitu lengang dan sunyi. Kenyamanan warga benar-benar terganggu setelah matinya seekor kambing milik warga, tepat pada hari jumat kliwon yang lalu. Gino sang pemilik kambing tampak begitu kecewa dan menyesal. Ia menyalahkan diri sendiri atas matinya kambing itu. Jika saja ia bangun ketika kambing itu mengembik sangat keras, mungkin kambing itu bisa terselamatkan. Begitulah yang ada pada pikiran gino
Gino adalah orang ke delapan yang kehilangan kambing. Ini menjadi alasan yang kuat bagi warga di keenam pedukuhan tersebut untuk resah. Keresahan semakian menjadi ketika seorang warga menceritakan bahwa ia pernah melihat bayangan seekor kambing yang besar dengan sepasang tangan dan kaki mirip seperti manusia. Cerita ini menyebar dengan cepat ke semua pedukuhan dan bahkan menjadi bahan pembicaraan sehari-hari warga di setiap kesempatan.
Kondisi masyarakat yang masih tradisional, mempercayai hal-hal yang irasional semacam itu. Beberapa kasus matinya kambing warga di beberapa pedukuhan ditengarai berkaitan erat dengan munculnya hantu kambing berbadan manusia. Warga dengan sekenanya mengatakan hilangya kambing-kambing itu karena masyarakat tidak pernah melakukan sesaji kepada penguasa pedukuhan tersebut. Warga yang lain berpendapat bahwa hantu kambing itu adalah hantu jadi-jadian, bahkan ada yang mengatakan hantu kambing itu sebenarnya adalah orang yang sengaja ingin membuat kekacauan di desa itu. Dan masih banyak spekulasi lainya yang keluar dari mulut warga, sekitar matinya kambing-kambing itu.
Kekhawatiran akan semakin banyaknya kambing yang mati telah menimbulkan kecemasan dan ketakutan dikalangan warga. Belum ada usaha yang jelas untuk meredam keresahan masyarakat ini. Para ketua pedukuhan dan para sesepuh wargapun tidak mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Mereka hanya menyarankan supaya warga diminta untuk berjaga diri.
Mereka hanya bisa menunggu dan bertanya, kapankah hantu kambing itu akan datang lagi dan kambing siapakah yang akan mati…………….? Kambing-kambing itu menghidupi sekaligus menakuti.

Oleh Aku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar